Burung-burung mulai meniduri anaknya,
Anjing-aniing mulai diam gonggong,
Ada serigala yang mengaum diatas puncak berlatar purnama,
Kakek-kakek mulai lena terjerumus dalam dimensi mimpi zaman-zaman kemegahan seorang pemuda hebat.
Terduduk gigil jasad ini,
Menunggu haba menjemput menyelimutu jasa yang sedu.
Hati mulai berbicara,
eksperimental segala rasa,
menghujahkan segala rasa-rasa rindu pada hati seorang hawa.
Introduksi pada penceritaan rindu,
zarah-zarah darah mulai mengepam deras,
pemikiran terbang jauh digalaksi bima,
bercerita tentang firasat-firasat rindu pada gadis bermata bulat.
Ahh..
Maa,, abang rindu sama kamu..
Sepasang mulut mulai berbicara dari letusan jiwa dan mental yang membara rindu.
Diucapkan kedua kalinya,
" Maa, abang rindu "
Rindu pada wajahmu,
Rindu pada suaramu,
Rindu pada gerak lakumu,
Dan rindu panggilan manjamu, sayang.
Sepasang kunang-kunang melewat,
Berterbangan diatas malap gelap gelita.
Seirama ia kesana,
Seirama ia kemari,
Bermain-main berdansa polka.
Aku melihat penuh dalam,
Dalam dan dalam,
Sampaikan aku lihat wajahmu manisku diatas kepak sepasang kunang-kunang yang melewat diatas perbaringan sedu.
" Maa, abang rindu kamu "
Kunang-kunang hilang tanpa permisi.
Rindu ini mulai membara,
Aku lihat bintang-bintang mulai bersambungan bukan virgo terlihat,
Tapi wajahmu juga sayangku.
Ahh !
Aku sudah gila !
Gila pada kamu.
Gila cinta kamu !
Gila wajah kamu !
Gila bauan syurga darimu !
Ya !
Aku sudah gila !
Gila rindu sama kamu !
Bintang, malam dan kunang,
Dengar ini !
Aku rindu pada dia !
Rindu pada seorang hawa yang buat aku iseng pada semuanya !
Atas dasar apapun, manisku,
Aku tetap cinta kamu,
Aku tetap sayang kamu,
Dan rindu pada kamu...
No comments:
Post a Comment